Bersantai di taman, sangatlah asyik untuk melepaskan kepenatan, berkumpul bersama keluarga, dan berkumpul bersama teman-teman. pada saat itu saya jalan-jalan ditaman dengan teman-teman. saya kepikiran, wah bagus nih, jika saya menulis di blog tentang taman kota di gorontalo langsung saja saya mengambil foto melalui kamera hape saya. Taman yang satu ini letaknya di Jalan Jaksa Agung Suprapto



taman ini memilki taman bermain dan juga perpustakaan religius (yang digaris biru itu adalah perpustakaan)




.



PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
  Pada umumnya setiap orang yang melakukan perkawinan pastilah bertujuan membangun keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah, namun, tidak semua pernikahan akan selamanya harmonis suatu saat bisa saja terjadi percekcokan yang mengakibatkan terjadinya talaq (Perceraian).
Sebelum beralih ke pembahasan alangkah baiknya kita mengetahui talak itu apa? Talak adalah memutuskan tali pernikahan dengan suatu sebab.
Lafal talak telah ada sejak zaman jahiliyah. Syara’ datang untuk menguatkannya bukan secara spesifik atas umat ini. Penduduk jahiliyah menggunakannya ketika melepas tanggungan. Tetapi di batasi tiga kali. Hadits diriwayatkan dari Urwah bin Zubair r.a berkata : “dulunya manusia menalak istrinya tanpa batas dan bilangan.”
Dengan demikian talak bukan masalah baru di dalam masyarakat, talak sudah muncul pada zaman jahiliyah tapi banyak masyarakat atau masih ada di dalam masyarakat yang belum mengetahui hukum talak tersbut. Dalam makalah ini akan di bahas hukum talak dan lebih spesifiknya akan membahas tentang, mentalak dalam keadaan haid/menstruasi dan hukumnya.
B.     Rumusan masalah.
1.      Hukum mentalak dalam keadaan haid/menstruasi
2.      Hukum talak.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Talak :  
Menurut bahasa : talak berarti melepaskan atau meninggalkan.
Menurut syara’ : talak adalah melepas tali nikah dengan lafal talak atau sesamanya. Menurut Imam nawawi dalam bukunya Tahdzib, talak adalah tindakan orang yang terkuasai terhadap suami yang terjadi tanpa sebab kemudian memutus nikah.
B. Hadis hukum talak :
وَابنِ عُمرَ ((أَنَّهُ طَلّق امْرَ أتهُ وَحِيَ حَا ئِضٌ فِى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسَلّمَ ، فَسَأَلَ عُمَرُ رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسلَّمَ عَن ذَلِكَ ، فَقَلَ : مُرهُ فَليُرَا جِعهَا ، ثُمَّ لِيُمسِكهَا حَتَّ تطهُرَ ، ثُمَّ تحِيضَ ، ثُمَّ تَطْحُرَ ، ثُمَّ إِنْ شَاء أَمْسَكَ بَعدُ ، وَ إِنْ شَاء طَلَقَ قَبْلَ أَنْ يَمسَّ ، فَتِلْكَ العِدَّةُ الَّتِى أَمَرَ اللهُ أَنْ تُطَلَّقَ لَهَا النِّسَاء )). مُتَفَق عليهِ
 Artinya :
            Dari Ibnu umar, r.a : Bahwasanya Ibnu Umar, r.a mentalak isterinya dalam keadaan haid di zaman Rasulullah saw. Lalu Umar bertanya kepada Rasulullah saw. Tentang kejadian itu. Maka beliau menjawab : “suruhlah ia meruju’nya, hendaklah ia menahan isterinya sampai bersih, kemudian haid lalu bersih lagi, bila ia mau tahanlah (teruskanlah) dengan isterinya itu, atau mentalaknya juga bila ia mau hendaknya sebelum di campuri, ‘iddah itulah yang Allah perintahkan bila perempuan-perumpuan itu sudah di talak. (Muttafaqqun Alaih)
C. Makna kata :
طَلّق    :  talak (menalak), menceraikan
تطهُر   : asal kata dari طَهّرَ (membersihkan)
تحِيضَ  : haid asal kata dari  حَيض(haid)

Asbabul wurud hadits di atas adalah
Ibnu Umar mentalak isterinya dalam keadaan haid di zaman Rasulullah saw. Lalu Umar bertanya kepada Rasulullah saw. Tentang kejadian itu. Maka beliau menjawab : “suruhlah ia meruju’nya, hendaklah ia menahan isterinya sampai bersih, kemudian haid lalu bersih lagi, bila ia mau tahanlah (teruskanlah) dengan isterinya itu, atau mentalaknya juga bila ia mau hendaknya sebelum di campuri, ‘iddah itulah yang Allah perintahkan bila perempuan-perumpuan itu sudah di talak.
D. biografi sandaran hadits (sanad)
            Abdullah bin Umar lahir pada tahun kedua atau ketiga dari kenabian, masuk Islam ketika ia masih dalam usia 10 tahun bersama ayahnya. Ia berhijrah ke madinah lebih dulu dari pada ayahnya. Pada perang uhud ia masih kecil usianya, sehingga tidak di izinkan Rasullullah untuk mengikutinya kecuali peperangan- peperangan berikutnya . Ia selalu ikut bertempur bersama Nabi Muhammad saw dalam perang khandak dan peperangan sesudahnya. Bahkan sesudah nabi wafat, ia masih aktif dalam berbagai peperangan untuk kepentingan islam.
              Abdullah bin Umar  adalah anak kedua dari Umar bin Al-Khattab dan saudara kandung Hafshah Umm Al-Mu’minin.
            Abdullah bin Umar termasuk seorang sahabat yang tekun dan berhati hati dalam meriwayatkan hadits. Ia juga meriwayatkan hadits sekitar 2.630 buah
            Abdullah bin Umar meninggal dunia di Mekah pada tahun 73 H/693 M dalam usia 87 tahun
E.  Munasabah hadits :
وَفىِ رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ : () مُرهُ فَليُرَا جِعهَا ثُمَّ لْيُطَلِّقهَا طَاهِرًا اَوحَامِلا ) وَفىِ رِوَا يَةٍ اُخرَى لِلبُخَارِىِّ  وَهُسِبَتْ تَطْلِيقَةً )
            Artinya :
            Dan pada suatu riwayat Imam Muslim : Suruhlah ia meruju’nya kemudian mentalaknya dalam keadan bersih atau sedang hamil” dan riwayat lain Imam Bukhari : “di hitung sejak jatuhnya talak” 
وَفىِ رِوَايَةٍ اُخرَى : (( قَلَ عَبدُا للهِ بنِ عُمَرَ : فَرَدَّ هَا عَلَىَّ وَلَمْ يَرَهَا شَيئًا ، واقَلَ : اِذَا طَهُرَت فَليُطَلِّق اَلِيُمسِاءِ
          Artinya :
            Dan dalam sebuah riwayat lainnya : Abdullah putra Umar berkata : kemudian Rasulullah saw mengembalikan istriku itu kepadaku dan beliau tidak melihat sesuatu apapun dariku atas istriku itu” dan beliau bersabda bila wanita itu sudah bersih, boleh di laksanakan talak atau di teruskannya saja sebagai istri.
F.  Hukum yang terkandung dalam hadits Ibnu Umar :
Haram menjatuhkan talak dalam masa isteri sedang berhaid.
            Para imam mazhab sepakat bahwa talak yang di jatuhkan pada masa haid setelah disetubuhi atau pada masa suci setelah di setubuhi hukumnya haram
            Malik berpendapat, bahwa menjatuhkan talak dalam keadaan haid kedua , haram juga. Pendapat inilah yang di pandang shahih oleh golongan Syafi’iyah
            Mentalak dalam masa haid, berarti mentalak dengan cara yang tidak di benarkan oleh syara’. Karenanya, tertolak. Kalau di pandang sah, tentulah diterima, tetapi ini berlawanan dengan nash.
            Sabda Nabi saw, yang terkandung dalam hadits diatas. “suruhlah dia supaya merujikinya’ ”, itulah yang menjadi pegangan untuk tidak mensahkan talak dalam masa berhaid.
G. Hukum talak
Hukum talak ada empat :
1.      Wajib. Apabila terjadi perselisihan antara suami-istri, sedangkan dua hakim yang mengurus perkara memandang perlu upaya keduanya bercerai
2.      Sunnat. Apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewjibannya (nafkahnya). Atau perempuan tidak menjaga kehormatan dirinya.
3.      Haram. Dalam dua keadaan. Pertama : menjatuhkan talak sewaktu si istri dalam keadaan haid. Kedua : menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah di campuri dalam waktu suci itu.
Sabda Rasulullah saw :
: مُرهُ فَليُرَا جِعهَا ، ثُمَّ لِيُمسِكهَا حَتَّ تطهُرَ ، ثُمَّ تحِيضَ ، ثُمَّ تَطْحُرَ ، ثُمَّ إِنْ شَاء أَمْسَكَ بَعدُ ، وَ إِنْ شَاء طَلَقَ قَبْلَ أَنْ يَمسَّ ، فَتِلْكَ العِدَّةُ الَّتِى أَمَرَ اللهُ أَنْ تُطَلَّقَ لَهَا النِّسَاء )). مُتَفَق عليهِ
            Artinya :
            “suruhlah ia meruju’nya, hendaklah ia menahan isterinya sampai bersih, kemudian haid lalu bersih lagi, bila ia mau tahanlah (teruskanlah) dengan isterinya itu, atau mentalaknya juga bila ia mau hendaknya sebelum di campuri, ‘iddah itulah yang Allah perintahkan bila perempuan-perumpuan itu sudah di talak. (Muttafaqqun Alaih)
4.      Makruh : talak yang di lakukan tanpa sebab, pergaulan suami istri dalam keadaan baik.

           








BAB III
PENUTUP
1.  Kesimpulan
            Dalam pembahasan pada bab II adalah :
a.       Talak adalah melepas tali nikah dengan lafal talak atau sesamanya.
b.      Munasabah hadits menjelaskan bahwa tidak boleh menalak istri dalam keadaan haid tunggulah ia sampai bersih dari haidnya itu.
c.       Hukum yang terkandung dalam hadits Ibnu Umar adalah haram hukumnya menalak istri dalam keadaan haid.
d.      Hukum-hukum talak yaitu : wajib : jika dalam rumah tangga terjadi percekcokan atau tidak ada lagi kesamaan pendapat dan hakim memandangnya harus cerai, sunnat : apabila istri sudah tidak menjaga kehormatannya, haram : menalak istri dalam keadaan haid, makruh : talak yang di lakukan tanpa sebab.
2. Saran
            Sebaiknya suami istri jika ada masalah harus di selesaikan dengan cara kekeluargaan supaya masalah yang di hadapi mendapat solusinya dan jangan seakalipun mengucapkan kata talak atau cerai, tapi  jika masalah itu tidak dapat di selesaikan dan keduanya ingin memutuskan tali pernikahan harus di tanyakan dulu kepada kepada keluarga masing-masing.
            Binalah hubungan suami istri dengan baik agar  menjadi keluarga sakinah, mawadah dan warohmah


DAFTAR PUSTAKA
Imam As-San’awih. Subulu Al-Salam
Al Hafizh Ibn Hajar Al Asqa. Bulughul Maram ; CV Toha Putra Semarang
Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. Ulumul hadis ; Amzah, jakarta
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. Koleksi Hadis-hadis Hukum PT. Pustaka Rizki Putra ; Semarang
Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. Fiqh Munakahat II, CV Pustaka Setia ; bandung
Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam, Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. Fiqh Munakahat, Amzah ; Jakarta
Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin ‘abdurrahman ad-Dimasyqi. Fiqh Empat Mazhab ; Hasyimi Press ; bandung


Terimakasih kepada blogilicious telah mengadakan seminar di gorontalo tepatnya di gedung di Gedung Serba Guna Universitas Negeri Gorontalo yang di dukung oleh IDBlogNetwork didukung pula oleh Komunitas Blogger Gorontalo SARONDE dan Program Studi S1 Sistem Informasi, Teknik Informatika UNG.
saya merasa bangga karena mengikuti seminar tersebut, begitu banyak pengetahuan tentang blog yang di jelaskan baik dari cara menulis sampai security blog.


Diberdayakan oleh Blogger.